Thursday, May 7, 2015

Sunset at the Balcony



When your legs don't work like they used to before

And I can't sweep you off of your feet

Will your mouth still remember the taste of my love
Will your eyes still smile from your cheeks


And darling I will be loving you 'til we're 70

And baby my heart could still fall as hard at 23

And I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Oh me I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am



Lantunan lagu Ed Sheraan seakan berbisik-bisik di dalam headset yang tersumbat di telinga kiri, menemani cahaya mentari yang mulai bersinar malu malu menembus sela sela kaca ruangan yang terbelah oleh tirai jendela. refleksi refleksi cahaya buram memenuhi ruangan sore itu, suara mesin printer yang terus berderu, ketikan papan keyboard yang terus bersautan, seakan akan tak ada yang peduli sudah jam berapa sekarang.

Hanya kumpulan anak muda probation yang peduli dengan waktu, seakan tidak ingin kehilangan 1 detik pun untuk pulang tepat waktu, pekerjaan pun sudah lenyap menguap entah kemana. hanya menunggu detik-detik jam pulang kantor. lirikan lirikan tajam mulai beterbangan di dalam ruangan antara para remaja paruh baya ini.

Keadaan sore mainstream yang terasa romantis tapi di tempat yang tidak tepat. Berhenti sejenak, tarik napas dalam-dalam, seluruh ruangan seakan bergerak perlahan dan gw melihat ke sekitar, orang-orang ini semua terperangkap dalam dimensi ruang dan dimensi waktu yang sama dan mungkin kah ini semua suatu kebetulan yang tak berarti ataukah semua ini memang ada tujuan dan maksud tertentu. kalau memang ada tujuan dan maksud tertentu, apa tujuan gw ?

Akhirnya semua pekerjaan sudah selesai dan gw bersiap untuk melemparkan kaki jauh jauh ke depan, untuk melakukan perjalanan membelah jakarta dengan busway. seiring dengan kaki yang terus melangkah melewati ruangan, lift, lobby kantor, sampai lah ke jembatan penyeberangan busway. di sini gw harus memfokuskan diri penuh kewaspadaan mengingat gw dicopet setiap 2 minggu sekali di tempat ini.

Sesosok wanita tua renta duduk diam di tangga jembatan penyeberangan, dengan tangan tertutup serta wadah plastik di depannya. tampak uang receh yang tak seberapa jumlahnya mengisi wadah tersebut. dari mana orang ini asalnya ? kemana keluarganya ? tinggal dimana dia ? sudah makan kah dia hari ini ? pertanyaan-pertanyaan terus keluar dari benak gw. tapi kaki tetap terus melangkah melewati wanita itu.

Pemandangan rutin setiap sore di halte busway pun terlihat, antrian tak manusiawi yang tak beraturan, ibu-ibu paruh baya dengan barang bawaannya yang dahsyat serta tak mau antri, anak sekolahan yang ntah dari mana dan mau kemana, sampai eksekutif muda bergaji pas-pasan dengan rambut klimis khas anak muda jaman sekarang serta wangi parfum yang dahsyat mengisi halte busway sore hari.

Datanglah busway yang lama datangnya pun tidak begitu berkeprikemanusiaan ditambah ibu-ibu yang ngotot ingin masuk duluan dan dengan mata liciknya yang selalu waspada untuk mengincar kursi bagian mana yang sedang kosong. dengan sekuat tenaga si ibu pun melemparkan lemak lemak bergelambirnya jauh-jauh ke depan dengan langkah yang luar biasa panjang dan dengan gerakan yang lebih cepat dari gravitasi bumi ia pun mendapatkan tempat duduk tak peduli sudah berapa kaki yang ia injak dan berapa banyak orang yang terhempas karena ditabraknya.

Ternyata dunia memang kejam, entah lah apa yang orang-orang pikirkan. semua orang ini hanya memikirkan dirinya sendiri, ada sebagian orang yang tidak berpikir panjang dalam menjalani hidup, sebagian lagi tidak mau berusaha dalam hidupnya. Namun gw, apa yang harus gw lakukan ? apa yang dapat membuat hidup gw lebih bermakna dari pada mementingkan diri gw sendiri ?





0 comments:

Post a Comment