Monday, March 13, 2017

Titik Nol

1 comments

Langit pun menelanjangkan badan
Gagah Orion menampakkan diri
Terdudukku di bawah hamparan milyaran bintang
Tak terbayang betapa mungilnya bumi

Hati hancur terpecah belah
Porak poranda bagai perang
Sekejap pulih bagai bayi
Yang disayang dan diobati

Tak ingin kukembali kepada kenyataan
Yang pahitnya tak tertandingi

Biarkan aku tetap di sini
Duduk terdiam
Di titik Nol Indonesia


Sabang,
November 2016





Friday, April 22, 2016

Review Butterfly Timo Boll ALC Blade

8 comments

Hari ini gw akan mereview tentang blade yang baru gw beli beberapa hari yang lalu. Karena minggu lalu nyobain ALC nya Kenta Matsudaira ternyata dahsyat tarikan spinnya dan kenceng, gw memutuskan mencari blade ALC dengan gagang yang lebih lebar, dan setelah baca-baca review muncul lah kandidat nama Timo Boll ALC dan Viscaria. Namun gw sudah terlanjur jatuh hati dengan TB ALC, mostly mungkin karena lebih tampilannya yang jauh lebih futuristik dibandingkan dengan blade fosil Viscaria.



Spec : Price = 1.350K
Characteristics = OFF-/+
Weight = 90g
Plies = 7 (2 plies of Arylate Carbon, 2 plies of Koto,
     2 plies of Limba, Center ply is Kiri)
Hardness = Medium Hard
Stiffness = Average 
Speed = 9
Control = 8.4

Blade ini memiliki karakteristik OFF dapat dikatakan sebagai OFF- sampai dengan OFF+ tergantung rubber yang digunakan. Tapi bagi gw ini rubber OFF+ berhubung gw belum pernah pake ZLC, jadi ALC ini masih menjadi blade paling kenceng yang pernah gw pake. Dengan berat 90g serta 7 plies kayu, sangat jelas blade ini adalah blade yang keras dan lebih bertenaga dibanding blade dengan berat 80g. Namun dengan adanya lapisan ALC atau Arylate Carbon dimana meski blade ini memiliki 7 plies tapi dapat mempertahankan softness yang diperlukan untuk spin sehingga blade ini sangat cocok untuk spin.

Ketika digunakan untuk melakukan spin pada bola kosong hasilnya sangat baik, bola berputar dengan kencang dan juga memiliki speed yang cukup baik. Namun ketika berhadapan dengan Rubber Pips atau antispin, bola malah selalu menabrak net. Pada saat drive pun cukup baik namun diperlukan kontrol yang cukup baik karena pantulan pada blade ini sangat kencang dan memiliki throw angle yang cukup tinggi sehingga membuat bola akan sering keluar meja jika belum terbiasa.



Bisa dilihat lapisan ALC yang berwarna agak kebiru-biruan diantara kayu koto, limba, dan kiri. TB ALC ini tidak menggunakan kayu Hinoki seperti yang banyak digunakan di blade blade kelas menengah ke atas milik Butterfly. Dengan adanya Arylate Carbon pada blade ini, membuat blade ini menjadi lebih soft, namun dikarenakan blade soft sehingga blade ini tidak cocok untuk Drive dan Block. 



Logo original dari butterfly sedikit berubah dengan hanya bulatan di bagian back hand dengan tulisan Butterflu berkilauan, dan dibagian bawah handle blade terdapat logo butterfly dengan tulisan JTTAA. Tidak seperti blade lama gw, blade kali ini memiliki handling yang solid berbeda dengan blade jenis senso yang memiliki bolong di tengah handle. Dengan tidak adanya bolongan pada handle ini membuat blade ini terasa jauh lebih solid dan memiliki power yang lebih baik dibandingkan dengan Waldner Senso Carbon, dengan tenaga yang seadanya dapat memberikan pukulan yang powerful.





Untuk handle gw memilik FL handle dimana bagian bawah blade akan lebih lebar dibanding dengan bagian necknya. Secara pribadi gw lebih menyukai jenis handle FL ini karena lebih pas di tangan, posisi jempol dan telujuk memiliki posisi yang baik di bagian neck blade serta genggaman yang dirasakan lebih baik dibandingkan dengan tipe ST.


Untuk urusan rubber, gw cuma memindahkan rubber yang ada pada Donic Waldner Senso Carbon yang lama ke TB ALC ini dengan bantuan lem Free Chalk dari Butterfly. Untuk blade ini, penggunaan BH dan FH gw bedain dibandingkan dengan pada waldner senso carbon, sekarang DHS Hurricane 3 Neo menjadi pilihan untuk FH karena lebih tacky dan dapat menghasilkan spin yang lebih maximal, dan Bryce FX diletakkan pada BH karena karakter dari blade ini sudah cukup fast sedangkan Bryce FX memiliki speed yang sama kencang nya, sehingga hal ini menyebabkan throw angle semakin tinggi dan selalu membuat bola keluar dari meja.

Oleh karena itu disarankan untuk tidak menggunakan rubber yang memiliki speed tinggi karena ALC memiliki speed yang juga kencang, lebih baik menggunakan rubber khusus spin. 

Overall Comment :
- ALC merupakan blade yang memiliki speed yang cukup tinggi sehingga diperlukan kontrol yang cukup baik agar dapat menutupi throw angle yang tinggi
- Dengan memasangkan DHS H3 Neo, membuat karakteristik khusus spin pada blade ini menjadi lebih efektif, dan jangan memasangkan rubber yang memiliki speed tinggi jika belum terbiasa
- Blade ini lumayan berat dibandingkan dengan carbon yang lain, namun karena lebih berat menyebabkan power untuk melakukan spin atau smash lebih terasa
- Tidak cocok untuk pemula karena diperlukan adaptasi dengan blade yang memiliki speed tinggi



Wednesday, April 13, 2016

Review Donic Waldner Senso Carbon Blade

0 comments


Hari ini gw akan membahas mengenai bet pingpong berhubung gw ud lama ga nulis blog dan gw ga tau mau nulis apa. Setelah bertahun tahun meninggalkan olahraga ini, sekarang gw kembali main lagi dengan teman main gw dari kecil. Okay, pingpong bukan olahraga yang terkenal kayak badminton atau futsal tapi cukup nagih kalo udah main.

Bet pertama yang gw pake waktu dulu SMA adalah Donic, pertama kali pake Donic ini gw langsung jatuh cinta sama seri senso ini. Setelah bertahun tahun gw ganti blade, sekali lagi gw beli tipe senso tapi bukan untuk defense.Beberapa bulan yang lalu waktu gw mulai memutuskan untuk main lagi, gw akhirnya memutuskan untuk beli blade baru yaitu Donic Waldner Senso Carbon. Kayu bet ini yang digunakan sama si Jan Ove Waldner terakhir sebelum dia pensiun. Bukan kayu bet yang cukup mahal untuk dipake pemain sekelas Waldner, tapi ternyata Waldner ini ga pernah pake bet mahal loh.



Spec : Price = 700K
Characteristics = AR+ OFF-
Weight = 80g
Plies = 5 (3 plies wood, 2 plies carbon)
Hardness = Medium
Speed = 8.4
Control = 8.7 
Dari penampilan bisa dilihat kalo kayu bet ini cukup ramping dan memang didesign untuk OFF dengan permukaan bet yang ga lebar. Design handling agak gendut juga enak digenggam, tidak seperti bet offense yang cenderung ramping contohnya Butterfly Kenta Matsudaira ALC yang sangat ramping dan bagi orang bertangan lebar itu akan cukup menyulitkan. bet ini menawarkan genggaman yang cukup erat dengan telapak tangan.



Sama seperti versi Senso yang lain, pada bagian handle ada bolongan di tengah sehingga ketika pada saat bola sampai di permukaan rubber akan menimbulkan efek getar pada handling. Bagi orang-orang yang mencari bet dengan kontrol yang baik, bet ini cukup recommenable. Bet ini menawarkan sensasi getaran yang cukup kuat sehingga bisa dirasakan setiap kali bola menyentuh rubber, tapi masuk ke dalam karakteristik OFF-. Menurut gw ini ngga OFF tapi AR, setelah berbulan-bulan dipake ternyata smash dan spin tidak begitu kuat dan getarannya terlalu berasa, diperlukan tenaga extra untuk melakukan spin yang kencang dengan menggunakan blade ini.



Spec : Price = 550K
Speed = 8.6
Control = 8.1
Spin = 8.2
Hardness = Medium Soft
Durability = Average
Tackiness = Slighly Tacky


Untuk FH, gw menggunakan rubber sejuta umat dan paling favorit era 2000an awal yaitu Butterfly Bryce FX. Rubber ini merupakan seri soft dari rubber berkecepatan tinggi punya Butterfly yaitu Bryce Series, dengan versi lainnnya Bryce Speed, Bryce Speed FX, dan versi terbaru dan diklaim butterfly sebagai rubber paling cepat saat ini adalah Bryce High Speed. Menurut gw untuk pemain dengan tipe OFF, karet ini terlalu lembut dan diperlukan extra effort untuk mukul dengan rubber ini agar kenceng. Tapi overall Bryce Series masih menawarkan speed yang cukup cepat dibandingkan dengan rubber versi lain namun Bryce FX memiliki kontrol yang cukup baik apalagi digunakan di atas Donic Waldner yang memiliki control yang baik. Tapi jangan terlalu banyak berharap untuk kecepatannya.



Spec : Price = 270K
Speed = 8.5
Control = 8.4
Spin = 9.4
Hardness = Medium Hard
Durability = Longer than Average
Tackiness = Tacky

Karet ini memiliki darah karet turunan China yang sangat kental, yaitu tackiness yang sangat super. Bahkan dapat menarik bola yang sedang diam dengan mengangkatnya saja. H3Neo ini merupakan versi yang lebih baik dibandingkan dengan versi sebelumnya yaitu H3 dan masih berada di bawah dengan H3 Blue Sponge yang cukup mahal. Secara personal mengenai karet ini, ini merupakan karet yang luar biasa untuk BH, bola yang cukup rendah dapat ditarik ke atas sehingga seperti melakukan backhand spin karena bola menempel pada rubber ini. backhand spin dapat dilakukan dengan mudah namun diperlukan perawatan extra untuk karet seperti ini karena durabilitynya yang memang seperti kita tau semua tidak begitu baik. namun rubber ini memiliki kekurangan ketika melakukan chop ke depan, karena bola tetap akan tertarik ke bawah sehingga biasanya chop dengan rubber ini akan mentok ke net.



Kombinasi antara Donic Waldner Senso Carbon dengan Bryce FX dan DHS H3Neo, memberikan kontrol yang baik pada DH dengan kecepatan yang cukup baik dan kontrol yang luar biasa namun tidak cukup kencang untuk pemain bertipe OFF, tipe blade yang memiliki kayu soft menyebabkan getaran yang cukup berasa ketika melakukan spin dan dengan kayu soft maka speed akan lebih rendah dibandingkan dengan blade tipe all wood. Untuk BH, dengan menggunakan DHS H3Neo, kebiasaan chop untuk bola BH tidak dapat dilanjutkan karena bola akan tertarik kebawah tapi dengan dengan rubber ini backhand spin akan mudah dilakukan karena tertarik oleh rubber dengan tipe tacky ini bahkan bola-bola rendah pun dapat ditarik dengan mudah ke sisi lawan dengan cepat.

Overall common review :
- Kayu dengan kontrol bagus disupport dengan rubber Bryce yang memiliki kontrol dan speed yang cukup bagus.
- Untuk offense getaran terlalu terasa dan cukup menggangu
- Pemain berkarakteristik offense harus mengganti rubber dengan rubber yang lebih fast dibanding Bryce FX.
- DHS H3N jika diletakkan sebagai BH, akan membantu melakukan BH Spin dengan cukup baik
- Cukup ringan karena menggunakan karbon dan rubber yang digunakan memiliki weight yang medium
- Bagi pemain yang tidak terbiasa menggunakan senso, mungkin akan merasa aneh karena bet berat di bagian depannya







Tuesday, July 21, 2015

Iri

0 comments



Iri,

Iriku kepada semua orang yang tampak bahagia bersama, seakan akan menertawakanku, seakan mereka mengetahui sakitku namun tak peduli. Daun daun yang saling memukul tertiup angin pun seakan mengejekku, menamparku hingga terjatuh ke tanah berdebu. Aku tak mengerti apa salahku, apa karena aku berbeda ? Apa Tuhanmu yang mengajarkan untuk membedakan ?

Mungkin jika iya jawabannya, aku takkan berkata lagi. Aku mengerti kenapa kau memperlakukan orang seperti itu. Itu bukan salahmu, mungkin salah ajaranmu, apa mungkin salahku yang tak dapat menerima, mungkin juga salahku yang tak tau diri.

Bisa jadi karena aku hidup terlalu lama sendiri, aku yang tak dapat lagi di kontrol seperti mobil mainan seharga 45 ribu yang dijual di supermarket dekat rumah dulu. Tombol maju mundur kiri kanan pada remote bulat itu tak lagi dapat mengarahkan aku ke mana aku harus pergi.

Aku seorang manusia independen, seorang pekerja idealis, seorang pelajar anarkis, seorang remaja rasionalis namun tak pluralis. Aku mulai belajar tidak menerima perbedaan, memang mungkin manusia diciptakan rasis, agamais, atau apa pun namanya itu. Mungkin kita memang harus hidup membeda bedakan orang. Aku bersyukur tak hidup di keluarga yang taat, mungkin itu alasannya aku seperti ini dan aku bahagia.

waktu berlalu meninggalkan kenangan, namun selalu memberikan harapan. nasi yang sudah menjadi bubur mungkin tidak akan menjadi nasi lagi, namun selalu ada harapan, mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti.

mungkin tak selayaknya aku menginginkan itu, mungkin itu bukan untukku, mungkin aku harus percaya nasihat omong kosong orang orang tua, yang jelas aku iri. aku ingin di sana, aku ingin seperti mereka.

aku iri.

Thursday, May 7, 2015

Sunset at the Balcony

0 comments


When your legs don't work like they used to before

And I can't sweep you off of your feet

Will your mouth still remember the taste of my love
Will your eyes still smile from your cheeks


And darling I will be loving you 'til we're 70

And baby my heart could still fall as hard at 23

And I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Oh me I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am



Lantunan lagu Ed Sheraan seakan berbisik-bisik di dalam headset yang tersumbat di telinga kiri, menemani cahaya mentari yang mulai bersinar malu malu menembus sela sela kaca ruangan yang terbelah oleh tirai jendela. refleksi refleksi cahaya buram memenuhi ruangan sore itu, suara mesin printer yang terus berderu, ketikan papan keyboard yang terus bersautan, seakan akan tak ada yang peduli sudah jam berapa sekarang.

Hanya kumpulan anak muda probation yang peduli dengan waktu, seakan tidak ingin kehilangan 1 detik pun untuk pulang tepat waktu, pekerjaan pun sudah lenyap menguap entah kemana. hanya menunggu detik-detik jam pulang kantor. lirikan lirikan tajam mulai beterbangan di dalam ruangan antara para remaja paruh baya ini.

Keadaan sore mainstream yang terasa romantis tapi di tempat yang tidak tepat. Berhenti sejenak, tarik napas dalam-dalam, seluruh ruangan seakan bergerak perlahan dan gw melihat ke sekitar, orang-orang ini semua terperangkap dalam dimensi ruang dan dimensi waktu yang sama dan mungkin kah ini semua suatu kebetulan yang tak berarti ataukah semua ini memang ada tujuan dan maksud tertentu. kalau memang ada tujuan dan maksud tertentu, apa tujuan gw ?

Akhirnya semua pekerjaan sudah selesai dan gw bersiap untuk melemparkan kaki jauh jauh ke depan, untuk melakukan perjalanan membelah jakarta dengan busway. seiring dengan kaki yang terus melangkah melewati ruangan, lift, lobby kantor, sampai lah ke jembatan penyeberangan busway. di sini gw harus memfokuskan diri penuh kewaspadaan mengingat gw dicopet setiap 2 minggu sekali di tempat ini.

Sesosok wanita tua renta duduk diam di tangga jembatan penyeberangan, dengan tangan tertutup serta wadah plastik di depannya. tampak uang receh yang tak seberapa jumlahnya mengisi wadah tersebut. dari mana orang ini asalnya ? kemana keluarganya ? tinggal dimana dia ? sudah makan kah dia hari ini ? pertanyaan-pertanyaan terus keluar dari benak gw. tapi kaki tetap terus melangkah melewati wanita itu.

Pemandangan rutin setiap sore di halte busway pun terlihat, antrian tak manusiawi yang tak beraturan, ibu-ibu paruh baya dengan barang bawaannya yang dahsyat serta tak mau antri, anak sekolahan yang ntah dari mana dan mau kemana, sampai eksekutif muda bergaji pas-pasan dengan rambut klimis khas anak muda jaman sekarang serta wangi parfum yang dahsyat mengisi halte busway sore hari.

Datanglah busway yang lama datangnya pun tidak begitu berkeprikemanusiaan ditambah ibu-ibu yang ngotot ingin masuk duluan dan dengan mata liciknya yang selalu waspada untuk mengincar kursi bagian mana yang sedang kosong. dengan sekuat tenaga si ibu pun melemparkan lemak lemak bergelambirnya jauh-jauh ke depan dengan langkah yang luar biasa panjang dan dengan gerakan yang lebih cepat dari gravitasi bumi ia pun mendapatkan tempat duduk tak peduli sudah berapa kaki yang ia injak dan berapa banyak orang yang terhempas karena ditabraknya.

Ternyata dunia memang kejam, entah lah apa yang orang-orang pikirkan. semua orang ini hanya memikirkan dirinya sendiri, ada sebagian orang yang tidak berpikir panjang dalam menjalani hidup, sebagian lagi tidak mau berusaha dalam hidupnya. Namun gw, apa yang harus gw lakukan ? apa yang dapat membuat hidup gw lebih bermakna dari pada mementingkan diri gw sendiri ?





Tuesday, April 28, 2015

Penghujung Hari

0 comments

Di sini aku sedang duduk termenung, dibawah langit hitam yang diterangi lampu jalanan.

Di pojok mini market sebuah gedung perkantoran di jalan jendral sudirman,  ditemani segelas eskrim all you can fill 6 rebu dan musik jazzy yang selalu diputer kalo udah malem. yah, what a day. sejenak gw menghela napas sambil bersantai setelah seharian menjalani kesibukan di kantor. di meja pojokan mini market, di depan deretan bumbu masak dan pembalut gw duduk termenung sambil mulut tetap bergoyang menjilat es krim yang terus mencair.

Menunggu ntah siapa yang ditunggu, sendiri namun tak sendirian, yang jelas gw sangat suka spot ini, gw suka suasana ini di jam segini dan musik ini. gw suka tempat ini, sangat sempurna untuk duduk bersantai di waktu seperti ini. setelah lembur biasanya gw akan ke tempat ini hanya sekedar duduk sebentar menikmati es krim atau minuman hangat sambil mendengarkan lagu dan duduk termenung.

Tak terasa waktu terus berjalan, gw yang dulu mahasiswa berotak pas-pasan dan hidup terkatung-katung karena skripsi tidak kunjung selesai akhirnya sekarang sudah memiliki pekerjaan yang layak du perusahaan multinasional yang ga pernah gw bayangkan gw akan mendapatkannya mengingat nilai nilai gw yang sangat pas-pasan dan ga ada record sukses dalam hidup gw.

Sempat terpikirkan gw akan kesulitan mendapatkan pekerjaan, dapat pun mungkin dengan upah di bawah UMR (lebay). setelah mendengar teman teman pinter gw yang sudah lulus pada susah cari kerja dan selalu gagal di interview. gw ga pernah menyangka proses pencarian pekerjaan akan sesingkat ini, hanya ikut tes skali interview dan langsung diterima.

Gw sadar betapa Tuhan yang begitu menyayangi gw, gw sangat amat yakin gw ga akan dapat diterima di mana pun dengan nilai dan skill gw yang sangat amat payah. ternyata ada hal lain yang lebih dahsyat dari semua itu, gw pikir karena nilai dan skill gw yang payah membuat gw ga akan diterima dimana pun, tapi ternyata gw masih ada senjata andalan lainnya.

D O A.

Ternyata gw masih menyimpan senjata lain yang dapat gw gunakan dalam mencari pekerjaan. karena gw ga punya nilai bagus dan skill yang mumpuni akhirnya yang bsa gw lakuin cma ikut tes-doa dan interview-doa. hanya itu yang gw lakuin, tanpa embel embel apa pun. bahkan karena doa itu lah gw lolos melewati semua saingan saingan gw yang sedewa dewa pinternya.

Setelah gw merenungkan hidup gw selama ini yang selalu dirundung kegagalan, gw dapat tersenyum lega di pojok mini market kantor gw dengan lagu yang masih melantun dan es krim di tangan dan sedikit di ekor bibir. gw bersyukur gw mendapatkan pekerjaan yang layak dan gw masih bisa lembur, dan semua ini  memang berkat Tuhan. gw yakin dan sangat amat yakin.

Sambil tetap tersenyum, pantat pun gw angkat dari kursi kecil yang dapat berputar-putar itu. kaki pun melangkah meninggalkan mini market itu menuju halte busway dan perjalanan hari ini pun sudah selesai. Tuhan terima kasih atas hari ini, dan es krimnya.

Sunday, October 19, 2014

Self-ish

0 comments

Apa yang terbayang pertama kali ketika mendengar kata selfish ?
Self centered, Egois..?

pernah ga berpikir kalo kita boleh jadi orang selfish, apa yang paling ingin kita lakukan?

pertanyaan ini gw dapat dari salah seorang teman gw, "kalo lu boleh jadi orang paling selfish apa yang akan lu lakukan ?"

Gw terus berpikir apa ya yang paling enak dilakukan kalo boleh jadi selfish? sekilas terlintas dipikiran gw, mungkin gw habis selesai kuliah gw bakal pergi dari jakarta keliling Indonesia kerja serabutan dimana-mana, nginep di masjid, makan seadanya sampe puas. habis itu mungkin nyari lanjut kuliah di negeri entah berantah dan bertahan hidup dengan kerja serabutan lagi dan yang penting tempat baru, gw akan hidup berpindah-pindah sampai gw tua dan belajar seni hidup dari seluruh dunia.

tapi apa yang menghambat sebenarnya ? keluarga? tanggung jawab?
kita akan dihakimi sebagai anak yang self-ish dan tidak berbakti. selama ini gw selalu complain dengan budaya asia yang ketat, apalagi mengenai tanggung jawab terhadap orang tua, apa orang tua gw tanggung jawab gw? apa gw tanggung jawab orang tua gw? jadi yang mana yang bener?

gw belajar banyak dari budaya western tentang the art of life, anak-anak muda bule dapat bebasnya keliling dunia tanpa mikirin orang tua mereka makan apa, hidupnya gimana, lagi napain, budaya selfish gw rasa sudah berakar di kehidupan mereka. so, apa positifnya dari itu ?

Para orang tua di barat memiliki filosofi hidup bahwa gw bertanggung jawab atas hidup gw sampai tua. anak gw adalah tanggung jawab gw karena mereka tidak pernah minta untuk dilahirkan, mereka di lahirkan karena gw. dan mereka tidak punya tanggung jawab atas gw.

sangat berbeda dengan orang tua di asia yang selalu menanamkan dari kecil bahwa anak harus berbakti kepada orang tua. filosofi ini yang menghambat ruang gerak dan cita-cita serta kebebasan orang muda di asia.

Okay, sekarang kami semua menyadari sedang ditodong oleh tanggung jawab dan keluarga karena kami hidup di Indonesia dengan filosofi hidup yang rumit. oleh karena itu hidup selfish hanya mimpi yang tidak akan pernah tercapai di hidup kami karena kami ga punya orang tua bule.

Gw bersyukur gw tumbuh di keluarga dan negara demokrasi. setiap anggota memiliki hak suara tanpa dibatasi oleh status dan gw tumbuh dengan menjadi seorang demokrat. gw selalu sulit untuk menyesuaikan diri dengan komunitas atau environment komunis dimana hak suara orang ditentukan oleh status. orang dengan status yang lebih rendah secara vertikal tidak akan didengarkan hak suaranya dengan alasan apapun.

sekarang pertanyaannya, siapa sebenarnya yang self-ish?

#revolusimental #ripdemokrasi
*abaikananakmudaini